Selasa, 01 Maret 2011

Martuasame adalah julukan (goar tulut) Naipospos

Oleh: Ricardo Parulian Sibagariang


Martuasame merupakan julukan Raja Naipospos yang memperanakkan 5 (lima) orang putera yang secara berurutan, yaitu: Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, dan Marbun.

Daftar isi

  • 1 Martuasame sebagai julukan Naipospos
  • 2 Fakta penguat bahwa Martuasame adalah julukan Raja Naipospos
    • 2.1 di Dolok Imun
    • 2.2 di Sipoholon
  • 3 Pendapat lain
    • 3.1 Martuasame sebagai putera Raja Naipospos
    • 3.2 Martuasame sebagai nama untuk Toga Sipoholon
  • 4 Kesimpulan
  • 5 Catatan kaki (referensi dan sumber)


Martuasame sebagai julukan Naipospos

Raja Naipospos mempunyai julukan MARTUASAME. Gelar Martuasame ini didapat Raja Naipospos karena dia mengambil isteri yang kakak-beradik boru Pasaribu.

Umbahen namambuat boru namarpariban (saama) Raja Naipospos jala alani namasa di tingki marsame Raja Naipospos marbunibuni mambuat tuanboruna napaduahon, gabe digoari ma ibana Martuasame. Jadi Martuasame, goar tulut ni Raja Naipospos do i. Ndada goar ni anakna, songon pandok ni nadeba.

Konon, adik (pariban) isteri I (pertama) boru Pasaribu rajin membantu Raja Naipospos ketika marsame (membuat bibit padi). Oleh karena Raja Naipospos belum mempunyai keturunan, Raja Naipospos pun marbuni (secara sembunyi) berhubungan dengan isteri II (kedua) boru Pasaribu tersebut. Oleh karena telah mengambil dua isteri kakak-beradik boru Pasaribu dan karena kegiatan marsame pada waktu itu, Raja Naipospos menjadi mempunyai banyak keturunan (martua/berbahagia) padahal sebelumnya sulit meperoleh keturunan, maka Raja Naipospos diberi julukan Martuasame.

Hal itu dapat kita lihat bahwa terdapat hubungan kata marsame dengan kata martuasame. Sehingga Martuasame bukanlah nama salah satu putera Raja Naipospos dan bukan juga nama asli Toga Sipoholon. Karena Sipoholon hanyalah nama daerah yang berasal dari kata sipohulon.

Martuasame sebagai julukan Naipospos tidak dijadikan marga oleh keturunan Naipospos dikarenakan nama Naipospos lebih populer dibandingkan dengan nama Martuasame. Maka keturunan Naipospos menjadikan Naipospos sebagai marga dan bukan Martuasame yang adalah julukan Naipospos juga. Hal ini juga terjadi pada beberapa marga lain bahwa ada kalanya julukan seseorang tidak mutlak harus menjadi marga. Misalkan: Togatorop (nama asli) mempunyai julukan Siborutorop, namun marga yang dipakai keturunannya adalah Togatorop.

Fakta penguat bahwa Martuasame adalah julukan Raja Naipospos

Menurut Haran Sibagariang (gelar:Ompu Basar Solonggaron) sebagai mantan Kepala Negeri Huta Raja menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada kepastian yang menyatakan dimana letak pasti makam dari Raja Naipospos. Di dalam tulisannya ada terdapat 2 (dua) pendapat yang menyatakan letak makam dari Raja Naipospos, yaitu di Dolok Imun dan di Sipoholon.

di Dolok Imun

Bagi sebagian orang menyatakan bahwa makam dari Raja Naipospos terdapat di Dolok Imun. Namun Haran Ompu Basar Solonggaron Sibagariang menyatakan tidak ada yang dapat dijadikan sebagai pertanda makam dari Raja Naipospos terdapat di Dolok Imun selain daripada kisah pesta yang membawa persoalan antar keturunan Raja Naipospos.

Mungkin tak banyak orang yang mengetahui pesta apakah sebenarnya yang membawa persoalan antar keturunan Raja Naipospos khususnya masalah bagi marga Sibagariang sendiri. Pesta tersebut tak lain adalah mansantihon (baca:massattihon) Raja Naipospos menjadi sesembahan atau pun sombaon.

Pada zaman dahulu seseorang yang dianggap penting atau pun memiliki kesaktian harus dipestakan (dihorjahon) sebanyak tujuh kali agar dapat menjadi sesembahan. Pesta ke-7 tersebut hanya diadakan oleh pihak keturunan Raja Naipospos dari isteri I (Sibagariang-Hutauruk-Simanungkalit-Situmeang) tanpa menunggu kehadiran pihak keturunan Raja Naipospos dari isteri II (Marbun) dari Humbang. Meskipun seluruh keturunan Raja Naipospos dari isteri I (Sibagariang-Hutauruk-Simanungkalit-Situmeang) turut serta dalam pesta tersebut tetapi masalah lebih besar dialami marga Sibagariang karena hanya oleh perintah Sibagariang lah maka pesta ke-7 diadakan sebelum hari yang telah ditentukan.

Hal ini pun dapat menjadi sebagai bukti nyata hak sulung yang dimiliki Sibagariang. Seandainya Sibagariang bukanlah putera I (sulung) Raja Naipospos maka perintahnya tidak akan didengarkan oleh saudara-saudaranya. Karena dalam adat Batak bahwa apabila orangtua dalam keluarga sudah tiada lagi maka pengganti orangtua dalam keluarga tersebut adalah putera sulung. Namun dalam hal ini, kedudukan tidaklah boleh menjadi alasan untuk bersikap semaunya. Naingkon satahi saoloan do namarhahamaranggi.

Ende hananangkok sian si Daud. Ida ma, dengganna i dohot sonangnai, molo tung pungu sahundulan angka na marhahamaranggi!Psalmen 133:1

Segala sikap buruk dari nenek moyang adalah suatu hal yang perlu dijauhkan. Napinungka ni ompunta sijolojolo tubu ndada siihuthonhon alai sipatureonta do.

Ompunta di jolo, martungkot siala gundi,
Pinungka ni ompunta sijolojolo tubu, sipatureonta na di pudi

Dolok Imun sebagai tempat mengadakan pesta ke-7, manghorjahon Raja Naipospos menjadi sombaon menjadi alasan bagi orang yang menyatakan bahwa makam dari Raja Naipospos terdapat di Dolok Imun.

Pada kata sambutan Brigadir Jenderal Polisi (Purn). Drs. Parasian Simanungkalit, S.H, M.H, dalam tertib acara Jubileum 75 Taon Partangiangan Pomparan ni Raja Naipospos menyatakan bahwa terdapat batu hobon yang menjadi pertanda makam dari Raja Naipospos terdapat di Dolok Imun. Tetapi di dalam buku Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak oleh D. J. Gultom Raja Marpodang bahwa batu hobon adalah sebagai tempat penyimpanan barang pusaka. Seperti halnya batu hobon peninggalan keturunan Raja Batak yang terdapat di Sianjurmulamula yang belum diketahui barang pusaka apakah isinya. Dalam hal ini, batu hobon yang dilihat oleh Brigadir Jenderal Polisi (Purn). Drs. Parasian Simanungkalit, S.H, M.H, belum tentu makam Raja Naipospos.

Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian di Dolok Imun untuk mengungkap hal ini.

di Sipoholon

Bagi sebagian orang menyebutkan bahwa makam dari Raja Naipospos terdapat di Sipoholon. Menurut Haran Ompu Basar Solonggaron Sibagariang (alm) tak banyak hal yang dapat dijadikan sebagai bukti kecuali sombaon same yang terdapat di Sipoholon. Siapa sangka dan siapa yang tahu kejadian yang terjadi beratus tahun lalu bahwa mungkin saja pesta ke-7 diadakan di Dolok Imun namun Raja Naipospos dimakamkan di Sipoholon.

Lagi pula, dalam memestakan seseorang pada zaman dahulu menjadi sesembahan bukanlah harus tepat pada makamnya, melainkan biasanya pada daerah asal tempat perkampungan keturunan yang dipestakan menjadi sesembahan.

Inilah yang menjadi bukti sekaligus fakta penguat bahwa Martuasame adalah julukan Raja Naipospos sendiri. Karena setelah Raja Naipospos (Martuasame) disantihon menjadi sombaon maka Raja Naipospos menjadi sombaon same. Karena dimana pun kita cari, tak ada tempat yang bernama sombaon Naipospos melainkan yang adalah adalah sombaon same.

Namun perlu diingat sebagai umat beragama yang berkeyakinan terhdap Tuhan sebagai sumber segala berkat dan karunia, tidaklah baik bagi kita untuk menjadikan orangtua menjadi sombaon. Karena itu sama saja dengan menduakan Tuhan.

Ndang jadi marangkup Ahu adong Debatam.II Musa 20:3

Sombaon same menjadi bukti nyata bahwa Raja Naipospos (Martuasame) yang menjadi sesembahan (sombaon) adalah makam Raja Naipospos sendiri.

Pendapat lain

Telah menjadi suatu kebiasan bagi umat manusia untuk berbeda pendapat, tetapi perbedaan pendapat tentang silsilah dalam suatu marga sungguh jarang ditemukan. Sehingga muncul suatu keprihatinan tertentu yang bersifat individu dengan adanya perbedaan pendapat mengenai siapakah Martuasame ini di kalangan keturunan Raja Naipospos sendiri.

Berikut ini 2 (dua) pendapat yang memang tak dapat dibuktikan kebenarannya namun sangat berkembang dan sering kali menjadi bahan pertentangan diantara keturunan Raja Naipospos:

Martuasame sebagai putera Raja Naipospos

Beberapa orang dengan tanpa alasan yang jelas menyatakan bahwa Raja Naipospos mempunyai 2 (dua) orang putera yang salah satunya disebut Martuasame. Martuasame kemudian dikatakan memperanakkan Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang.

Suatu pendapat yang salah.

Martuasame sebagai nama untuk Toga Sipoholon

Bagi orang yang menyatakan bahwa Raja Naipospos mempunyai 2 (dua) orang putera yang salah satunya adalah Martuasame, menyebutkan Martuasame sebagai nama asli Toga Sipoholon.

Suatu pendapat yang tanpa alasan yang kuat dan jelas serta tentu saja pendapat yang salah.

Kesimpulan

  • Martuasame adalah julukan Raja Naipospos.
  • Martuasame bukanlah nama salah satu putera Raja Naipospos.
  • Martuasame bukanlah nama asli Toga Sipoholon dan Sipoholon hanya berupa nama daerah saja.
  • Martuasame bukanlah nama isteri Raja Naipospos. Karena pada zaman dahulu nama seorang perempuan, akan selalu diawali dengan kara “boru”, “siboru”, atau “nai”; misalkan: Siboru Pareme, Boru Sibasopaet, Nai Anting Malela boru Pasaribu, Siboru Tombaga, dlsb.
  • Martuasame juga bukanlah leluhur Hutauruk, Simanungkalit dan Situmeang diatas generasi ketujuh yang sudah berubah (mangalilu) dengan sendirinya menjadi sombaon. Karena supaya dapat menjadi sombaon harus terlebih dahulu mengadakan horja (pesta besar) sebanyak tujuh kali, dan satu-satunya horja sombaon yang terekam dalam keturunan Naipospos adalah manghorjahon Raja Naipospos sebanyak tujuh kali menjadi sombaon yakni Sombaon Same.
  • Raja Naipospos mempunyai 5 (lima) orang putera yang secara berurutan, yaitu:
  1. Donda Hopol, yang merupakan cikal-bakal marga Sibagariang
  2. Donda Ujung, yang merupakan cikal-bakal marga Hutauruk
  3. Ujung Tinumpak, yang merupakan cikal-bakal marga Simanungkalit
  4. Jamita Mangaraja, yang merupakan cikal-bakal marga Situmeang
  5. Marbun, yang merupakan cikal-bakal marga Marbun Lumban Batu, Marbun Banjar Nahor, Marbun Lumban Gaol.

Catatan kaki (referensi dan sumber)

Mansai harop do nian roha asa unang tapauba naung tarsurat di panorangion sisaotik on. Alai tapadimpudimpu jala tatambai ma na tarsurat on molo tung adong na taboto taringot turiturian pinompar ni Raja Naipospos. Alai tong ma taingot unang tapauba naung tarsurat di panorangion sisaotik na pinatupa on. Jala unang lupa hamu manurat goarmuna songon sipanambai dohot mual panorangionmuna di toru on. Porlu taboto molo adong turiturian taringot pangalaho na so patut sitiruon sian ompunta, unang pola tapabotohon tu situan na torop. Sae ma holan hita na umbotosa.

  • Ricardo Parulian Sibagariang, sebagai penulis
  • Haran Ompu Basar Solonggaron Sibagariang (Alm), mantan Kepala Negeri Hutaraja sebagai sumber tertulis dalam buku sederhana susunannya sendiri tentang Raja Naipospos dan Keturunannya
  • Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang dituakan dan kepala adat di Huta Raja, Kec. Sipoholon sebagai sumber lisan
  • J. C. Vergouwen, sebagai sumber tertulis mengenai sombaon dalam bukunya yang berjudul Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba
  • W. M. Hutagalung, sebagai sumber pembanding dalam bukunya yang berjudul Tarombo dohot Turiturian Bangso Batak
  • D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai sumber pembanding dalam bukunya yang berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya Suku Batak tentang marga keturunan Raja Batak